SELAPUT ANGIN-ANGIN MALAM
DALAM GEMA MALAM MENYENGAT MUSIM SEPI DALAM SEBUAH LORONG YANG MELAHIRKAN ILUSTRASI.
13 Februari, 2017
GERBONG SENDU
23 Maret, 2010
30 Juni, 2008
Jiwa Disurut Cinta
Tasbih melingkar hangat di pangkuan sajadah
Menghiasi paras manis lenbaran qauliah
Apa ini merupakan pertanda, ingkar dan menati surut cnta
Yang terlahir dalam dada
Tak sadar hidup ini di lembah biru
Kapan jiwa ini tersenyum di titik sukur
Wahai malam yang telah menutupi siang
Dan siang selagi terang benerang
Aku surut di jalan cinta
Sebab yang kucari hanya dusta
Kapan jiwa I’tikad dan berpesan
Untuk menjadi golongan kanan.
Purwokerto, 15 April 2008.
Kota Tanpa Rembulan
Sempoyongan,
Berbondong,
Sisakan kegelapan.,
Sembari menangis;
Cucurkan gerimis
Dimalam ini.
Cahaya kota seakan surut
Ditinggal rembulan
Mencari ketenanggan
Tuk gantikan sepercik rindu
Yang kian lama ditahan
Dalam hati, terbingkai tangis malam
Terlampau jauh kau pergi rembulan
Senyum kota menggigil rindu
Akan sorot mata kasih-Mu
Hangat tatapanmu tak bisa ditukar
Dengan deru kota mala mini
Sunyi kota ini
Manusia seakan mati/
Nafas hanya setengah hati.,
Bisikan cinta……….,
Hanya dari gesekan besi
Sedang jerit keras kesakitan
Terdengar lantang
Dari balik deruji
Merobek impian malam
Purwokerto, 5 Mei 2008
Sajadah Kusam
Menabur sepi dipertiga malam
Hanya berteman sajadah kusam
Di pojok masjid peninggalan moyang.
Biji tasbih berputar menerjang redupnya malam.
Redup yang bercengkrama dengan kabut awan.
Sesekali Ia pergi meninggalkan sajadah kusam
Tuk mencari kesucian yang seakan hilang
Dibawa beratnya selaput pandang.
Kembali duduk pada sajadah kusam
Hingga terdengar gelegar tawa Ayam Jantan
Berteriak menguisir udara malam
Mengganti udara baru di pangkal fajar.
Tuan penguasa sajadah kusam
Merasa saat nafas di tepi sadar
Seraya teriak :
TUHAN……..!!
Apakah malam sudah hilang.
Purwokerto, 29 Desember 2006
Tentang Ombak Pada Karang
Saat karang
Diterjang ombak
Yang berpetualang
Mencari ilmu tentang kasih saying,
Di tepi sungai
Dengan membawa aroma bangkai
Yang ditinggal sebagai kenangan.
Oleh ombak pada karang;
Dibiarkan pula ombak berpaling
Dari hadapan karang
Untuk mengobral kasih saying
Dengan kawan
Yang berdampingan dengan karang.
Ombak itu temanMu
Ia tidak edan
Mungkin…….,
Ia ingin berbagi rasa
Dalam kehangatan cinta
Yang dating
Beriring dengan gelombang.
Purwokerto, 24 Juni 2006
Aku Bukan Benalu (dari hati warga kompensasi)
Haus, lapar
Keras dan kasar
Mengiringi jalan-Ku
Demi sesuap nasi
Yang ditimbun nasib
Cukup yang diharap
Kurang yang sering hinggap
Dalam perang kehidupan.
Aku ingin makan
Untuk sesuap nasi
Aku buka benalu
Hanya;
Ingin minta jatah tiga bulan lalu
Ungkap Saudaraku, pada Ibu
Ia juga bukan benalu
Purwokerto, 21 Juni 2006
Sebutir Buah Kuldi
Di surga yang hanya bisa ditumbuhi
Tanaman yang belum pernah ku mengerti
Apa berkulit duri
Atau mungkin, bertangkai besi
Aku hanya dengar cerita orang Tua
Yang diambil Dari kitab Maha karya
Tentang Setan iri pada Manusia.
Bujuk setan pada Ayah-Bunda
Atau yang kita kenal Adam dan Hawa.
Saat tak mau bersujud pada keduanya
Dari perintah Sang Maha Kuasa
Yang menciptakan Jagat raya
Bujuk setan mempan pada Bunda
Yang ditiru oleh ayahanda
Karena lupa
Akan pesan sang penguasa.
Seketika itu dipisah dan dan di pindah keduanya
Dari Surga
Menuju Dunia
Yang akhirnya tercipta kita.
Purwokerto, 6 Juni 2006
Buaya Berkulit Sutra
Buaya berkulit sutra
Berkeliaran di tengah Rawa
Yang ditanami bangunan Kota
Saat makhluk tak ada yang kuasa
Di Rawa, Buaya menawarkan jasa
Dengan tujuan berlilpat ganda
Pada orang yang tak kuat derita
Sebab bangkrut dari usaha
Kembali berlipat ganda memang tujuan buaya
Bukan menghapus derita,
Orang yang menerima jasa
Malah memperparah luka.
Purwokerto, 5 Juni 2006
Obor Iman Di Kampung Sebrang
Malam sepi diiringi badai, kaburkan bulu dan debu.
Waktu aku, duduk diruang tamu
Rumah milik Majikanku.,
Tak sengaja mata memandang
Mengikuti mata angin yang tak berpenghalang
Terlihat obor, aku lari mendekati pintu gerbang
Aku……, terus memandang
Walau jauh dikampung sebrang
Yang kukira tak ada orang
Aku datang lewat jalan petang
Sesampainya Ku intip dari belakang
Terlihat jelas Orang dari lubang
Sedang membaca Ayat Suci dengan tenang.
Purwokerto, 4 Juni 2006
LILIN-LILIN KECIL DI HATI SINGA
Lilin-lilin kecil menempel di hati
Saat singa bergegas lari
Untuk mencari mangsa yang suci
Singa yang muak pada kenyataan diri
Lilin kecil tak mudah lari
Malah membesar menerangi hati
Mengingatkan pada Illahi
Singa itu smpat berhenti
Saat melihat orang sufi
Yang duduk di garasi
Rumah milik Illahi.
Tunduk singa dihadapan Orang Sufi
Yang iya sapa Kiyai
Sambil bertanya tentang isi hati
Yang ditimbun Extasi
Untuk mengobati penyakit hati
Waktu singa prustasi
Orang sufi tak henti-henti untuk menasehati
Pada singa yang lari sebab sakit hati
Degan kata yang mudah dimengerti
Olah singa yang kering budi pekerti.
Purwokerto, 1 Juni 2006
KISAH MAWAR LAYU
Gemerlap, ramai dan terkesan romantis
Terlihat di taman itu
Taman surga dunia yang diselimuti awan kesunyian
Namun;
Terlihat wajah murung
Disekitar warung
Warung Remang-remang
Kata Orang
Yang sering berlangganan kasih sayang.
Wajah murung itu milik Mawar
Mawar yang layu
Sebab habis ditipu
Oleh laki-laki yang pandai merayu
Dengan racun brselimut madu.
Sekujur tangkai Mawar terlihat layu
Kala terkena efek racun itu
Menyesal sudah di penghujung waktu
Dijual pun tak laku
Teman malah mengadu pada Tuannya sambil berseru
Buang saja itu Tuanku !
Perintah dari tuan gremo dari Tuan Mu
Lantas gegas tuan itu
Takpedulikan jasanya dulu.
Purwokerto, 1 Juni 2006
SAJAK 27 Mei, UNTUK DIY
Kupersembahkan untuk korban gempa
Bumi Berdzikir
Saat itu
Dipagi yang cerah pada hari Sabtu
27 Mei 2006 tersurat dalam kalender ku
Berdzikir merobohkan bangunan-bangunan megah
Dari dalam laut
Seolah mengejar wedus gembel yang lari
Lari dari lembah merapi
Bersabar saudaraku
Kita semua ikut pilu, dalam kesedihan yang menimpamu
Kembali, sabarkan jiwamu
Kebalkan iman tuk maju
Membangun sisa puing-puing itu.
Purwokerto, 28 Mei 2006